Review Gladiator 2: Sekuel yang kualitasnya sukses mendekati film pertama, tangan dingin sutradara buat film ini tetap memukau.
Gladiator II yang tidak lagi bertopang kepada penampilan brilian Russell Crowe dan Joaquin Phoenix tetap memukau berkat tangan dingin Ridley Scott di kursi sutradara. Ia menjawab penantian 24 tahun itu dengan suguhan yang, setidaknya, pantas bersanding dengan film pertama.
Ridley Scott tampak sadar bahwa jalan terbaik yang bisa ditempuh dalam Gladiator II adalah dengan move on dari Gladiator (2000). Ia tak memaksa menampilkan kembali Crowe dan Phoenix, mengingat karakter mereka telah mati di film pertama.
Sutradara kawakan yang dikenal punya insting tajam dalam memilih aktor muda potensial itu kembali membuktikan kapabilitasnya. Setelah Sigourney Weaver, Brad Pitt, hingga Russell Crowe, Scott kini memberikan panggung besar kepada seorang aktor asal Irlandia bernama Paul Mescal.
Aktor kelahiran 1996 itu sesungguhnya sudah masuk radar aktor muda berbakat sejak bermain dalam serial Normal People (2020). Ia lantas membintangi film-film yang kerap mejeng di festival, seperti Aftersun (2022) hingga All of Us Strangers (2023).
Gladiator II kemudian menjadi proyek film blockbuster pertama Paul Mescal, sekaligus ajang pembuktian sang pemuda yang kariernya berawal dari panggung teater tersebut.
Tanggung jawab besar memerankan karakter utama bernama Lucius Verus nyatanya sukses dijalani Paul Mescal. Ia yang selama ini lebih banyak memainkan lakon drama ternyata juga sanggup menjadi gahar sebagai petarung dengan baju zirah dan pedang.
Namun, saya mendapati ada kesamaan antara Lucius Verus dan karakter terdahulu Mescal yang membuatnya mampu akting menawan dalam Gladiator II.
Lucius Verus punya kehidupan yang dipenuhi trauma masa lalu, suatu hal yang juga ada dalam karakter Mescal, seperti di Normal People dan Aftersun.
Kemiripan ini rasanya membuat Lucius Verus bukan karakter yang asing baginya, terlepas dari latar waktu yang jauh berbeda di masa Romawi Kuno.
Paul Mescal kemudian menerjemahkan trauma itu menjadi amarah yang menjadi bahan bakarnya sebagai gladiator dari awal hingga akhir film.
Penampilan Paul Mescal itu menjadi semakin hidup berkat aktor-aktor senior di sekitar karakternya. Pedro Pascal yang memerankan Jenderal Marcus Acacius menghadirkan warna berbeda dalam cerita Gladiator II.
Pascal menunjukkan nuansa emosi yang membuat saya teringat dengan Maximus (Russell Crowe). Namun, Marcus memiliki situasi yang kompleks sehingga tidak bisa disamakan dengan karakter utama Gladiator tersebut.
Kemudian, penampilan Connie Nielsen sebagai Lucilla juga tetap konsisten seperti film pertama. Saya seperti melihat Lucilla yang sama, meski jarak penampilan Nielsen dalam kedua film itu terpaut hingga dua dekade.
Namun, panggung utama Gladiator II sejatinya menjadi milik Denzel Washington. Ia lagi-lagi menasbihkan dirinya sebagai salah satu aktor terbaik sepanjang masa sejak muncul pertama kali sebagai Macrinus.
Pembawaan diri yang santai tak menghentikan Denzel Washington untuk melontarkan ucapan, gestur, hingga tatapan mata yang membuatnya begitu dominan.
Lanjut ke sebelah...
Review Gladiator 2: Sekuel yang kualitasnya sukses mendekati film pertama, tangan dingin sutradara buat film ini tetap memukau.
Penampilan apik dari deretan pemeran dapat tercurahkan dengan baik berkat naskah apik garapan David Scarpa. Ia bersama Scott tak banyak basa-basi dalam mengerjakan cerita sekuel tersebut.
Setelah time skip 16 tahun, penonton langsung diajak mengikuti perjalanan Lucius Verus membalas dendam hingga memperjuangkan rakyat Roma melalui jalur gladiator.
Dibanding Gladiator, perjalanan ini terasa lebih dinamis karena ada banyak subplot di dalamnya. Skenario itu bahkan membuat plot Gladiator II bagaikan melibatkan beberapa faksi di pusaran Kekaisaran Romawi.
Pendekatan yang rawan membuyarkan fokus itu untungnya bisa dicegah. Scarpa menjahit plot dengan rapi dan tetap memusatkan Lucius Verus sebagai poros utama cerita.
Namun, ingatan penonton terhadap cerita film pertama harus tajam lantaran berkaitan erat dengan sekuel ini.
Ridley Scott sayangnya juga tidak memberikan penjelasan gamblang tentang apa yang terjadi selama jeda 16 tahun. Ia hanya menjelaskan singkat segala hal yang terjadi hingga pucuk kekaisaran jatuh kepada Kaisar Geta (Joseph Quinn) dan Kaisar Caracalla (Fred Hechinger) yang korup.
Gladiator II juga masih dipenuhi adegan laga kolosal yang megah. Ridley Scott bahkan sudah tancap gas dengan menyuguhkan peperangan di awal film selama belasan menit.
Lucius lantas melakoni berbagai macam jenis pertandingan di dalam maupun luar Colosseum. Varias pertarungan gladiator itu pun menjadi lebih beragam, hingga melibatkan hewan-hewan, seperti kera, badak, hingga hiu.
Sebagian besar adegan laga itu memukau dan mempertegas kemegahan Gladiator II. Namun, masih ada beberapa efek CGI yang terlihat begitu kasar hingga mengganggu pandangan hingga membuat saya terdistraksi.
Meski begitu, Gladiator II bagi saya tetap pantas mendapat sambutan hangat, khususnya dari penggemar yang sudah menunggu selama dua dekade lebih.
Gladiator II juga menjadi satu dari segelintir sekuel yang kualitasnya sukses mendekati film pertama. Bahkan, menurut saya, Gladiator II menjadi salah satu judul yang layak ditonton di layar bioskop terbesar demi kepuasan maksimal.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda🙏🏼