Share Yuk !!!
Breaking News, Politik, Internasional

Polemik Lahan Jusuf Kalla dan Kekhawatiran Rakyat Kecil atas Kepastian Hukum Tanah

Polemik Lahan Jusuf Kalla dan Kekhawatiran Rakyat Kecil atas Kepastian Hukum Tanah

– Sengketa lahan bernilai fantastis yang melibatkan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), dengan pihak swasta raksasa, Lippo Group, kembali mencuat ke permukaan. Kasus ini, yang berpusat di kawasan strategis di Jakarta/Tangerang, bukan hanya menjadi sorotan karena melibatkan tokoh nasional dan konglomerat, tetapi juga memicu kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat kecil mengenai perlindungan dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah mereka.

Dalam sebuah pernyataan yang menjadi viral di media sosial, Lippo Group menegaskan sikap "Tak Gentar Hadapi Jusuf Kalla" dan mengklaim dasar kepemilikan lahan tersebut "Dengan Dasar Apapun Tidak Sah!". 

Sengketa ini disinyalir melibatkan klaim tumpang tindih atas kepemilikan Hak Guna Bangunan (HGB), menambah daftar panjang kasus pertanahan di Indonesia yang rumit.

Ancaman Nyata: Ketika Hukum Kalah dari "Mafia Tanah"
Masyarakat khawatir, jika tokoh sekelas Jusuf Kalla, yang memiliki akses dan sumber daya hukum memadai, dapat terjerat dalam sengketa lahan yang pelik dan berlarut-larut, bagaimana nasib rakyat kecil yang tidak memiliki kekuatan serupa.

Muhammad Jafar, Pakar Hukum Pertanahan (asumsi nama), menyatakan, "Kasus ini menjadi cerminan bahwa sistem administrasi pertanahan kita masih memiliki celah besar yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, yang sering kita sebut sebagai 'Mafia Tanah'. Ketika terjadi sengketa antara dua kekuatan besar, publik akan mengawasi. Namun, ketika sengketa terjadi antara rakyat kecil melawan korporasi, rakyat kecil sering kali termajinalisasi dan kesulitan mendapat keadilan."

> "Kalau tokoh sebesar itu saja bisa terdampak, bagaimana dengan rakyat kecil yang tak punya kuasa?" – Aktivis Agraria.
> Pernyataan Menteri ATR/BPN dan Janji Pemberantasan Mafia
Kekhawatiran publik semakin diperparah oleh pengakuan terang-terangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Menteri ATR/BPN kerap mengakui eksistensi dan kekuatan jaringan Mafia Tanah, termasuk keterlibatan oknum internal BPN dalam praktik ilegal ini.

Meskipun pengakuan ini bersifat jujur, sebagian masyarakat menafsirkannya sebagai pelemahan harapan. Namun, Kementerian ATR/BPN kini berfokus pada program Pemberantasan Mafia Tanah sebagai agenda prioritas, bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Polri dan Kejaksaan).

Kasus yang melibatkan JK ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk menunjukkan keseriusan dan efektivitas aparat penegak hukum serta BPN dalam menjamin kepastian hukum hak atas tanah bagi seluruh warga negara, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.

Harapan Rakyat Kecil dan Jalur Aduan
Untuk melindungi hak mereka, rakyat kecil dalam kasus sengketa didorong untuk menggunakan jalur aduan formal, yaitu:
  •  * Kantor Pertanahan setempat: Untuk upaya mediasi.
  •  * Ombudsman RI: Untuk dugaan maladministrasi pelayanan publik BPN.
  •  * Kepolisian: Untuk melaporkan unsur pidana pertanahan (pemalsuan dokumen, penyerobotan).
  •  * Pengadilan: Untuk gugatan perdata atau Tata Usaha Negara (TUN) terkait penerbitan sertifikat.
Terkait respons resmi BPN terkini, perlu ditekankan bahwa BPN harus mengambil sikap netral dan fokus pada validitas dokumen kepemilikan. Sejauh ini, BPN menyatakan komitmennya untuk menindak tegas oknum internal yang terlibat dalam kasus sengketa tanah manapun.


Rumahmu 2026 Nanti 🤲.
Rumahmu 2026 Nanti 🤲.

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan Anda🙏🏼