Saat Kejati DKI Ralat Pernyataan soal "Restorative Justice" untuk Kasus Penganiayaan oleh Mario
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Reda Manthovani, sempat membuat pernyataan bahwa pihaknya menawarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) soal kasus penganiayaan yang menimpa remaja berinisial D (17).
Reda menyatakan bahwa pihaknya akan menawarkan RJ kepada keluarga D terhadap ketiga pelaku penganiayaan, yakni Mario Dandy Satrio (20), Shane Lukas (19), dan AG (15). Hal itu disampaikan Reda saat menjenguk D di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
"Kami akan menawarkan RJ kepada pihak keluarga korban. Proses itu (RJ) masih bisa dilakukan usai seluruh berkas dilimpahkan dari pihak kepolisian ke kami," ujar Reda, Kamis.
Akan tetapi, penawaran tersebut tidak akan dipaksakan. Reda membeberkan pihaknya akan memberikan keluasan sebesar mungkin kepada pihak keluarga untuk merespons tawaran tersebut.
"Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini," ungkap dia.
Pernyataan tersebut diralat
Pernyataan Reda yang mengundang polemik langsung diralat tak sampai 24 jam. Pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menegaskan bahwa RJ hanya untuk pelaku berinisial AG. Usia AG yang masih di bawah umur menjadi salah satu pertimbangan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menawarkan RJ.
"Diversi kepada Anak AG yang berkonflik dengan hukum semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak," kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyan.
Selain karena usia, menurut Ade, AG tidak secara langsung menganiaya D sehingga kejaksaan menawarkan perdamaian itu.
"Perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban," kata Ade.
Alasan Mario dan Shane tidak berhak memperoleh RJ
Ade menjelaskan, penghentian penuntutan melalui proses RJ tidak mungkin diberikan kepada Mario dan Shane karena keduanya terbukti melakukan penganiayaan dengan kategori berat kepada D.
Adapun D, yang merupakan anak dari pengurus GP Ansor itu, diketahui mengalami koma usai peristiwa penganiayaan dan sampai saat ini masih dirawat di Ruang Perawatan Intensif (ICU) Rumah Sakit Mayapada.
"Untuk tersangka Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui RJ," ujar Ade.
"Karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar/luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal RJ," tambah dia.
Mario dan Shane bisa dituntut dengan hukuman berat
Ade mengatakan, tindak penganiayaan yang dilakukan kedua tersangka bisa dijerat dengan hukuman berat.
Jaksa penuntut umum (JPU) bisa menuntut Mario dan Shane dengan hukuman semaksimal mungkin lantaran keduanya terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan D menderita koma.
"Dan menjadikan Penuntut Umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji (dari Mario dan Shane)," imbuh Ade.
Keluarga D Tolak Kemungkinan RJ
Kuasa hukum D Mellisa Anggraini menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membuka peluang RJ yang ditawarkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Mellisa bahkan mengaku pihaknya baru mengetahui Kejati Reda bakal menawarkan RJ kepada keluarga D dari awak media.
Pasalnya, ketika Reda menjenguk D di Rumah Sakit Mayapada pada Kamis, Reda tidak membicarakan soal RJ.
"Beliau hanya menyampaikan terkait restitusi yang bisa diajukan korban (D) agar bisa dimasukkan ke dalam dakwaan," ungkap Mellisa.
"Pernyataan lain adalah Kajati menyatakan jika penganiayaan yang dilakukan pelaku terhadap ananda D termasuk penganiayaan berat. Jadi tidak ada soal pembahasan restorative justice," tutup dia.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda🙏🏼