Langsung ke konten utama

Kesalahan-Kesalahan Dalam Manasik Haji Dan Umrah, Mohon Diperhatikan


Kesalahan-Kesalahan Dalam Manasik Haji Dan Umrah, Mohon Diperhatikan


Ibadah haji bagi sebagian besar kaum muslimin, mungkin merupakan ibadah sekali seumur hidup. Oleh karena itu, sudah semestinya para jamaah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjalankan ibadah haji yang sesuai dengan sunnah dan petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Semua orang ingin hajinya mabrur dan dosanya maghfur. Wajar saja, karena semua orang tahu bahwa haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga.

Tidak ada yang mengetahui kalau musim haji tahun ini adalah kesempatan terakhir baginya untuk menjadi “Dhuyuuf Ar-Rahmaan”(tamu-tamu Allah). Maka dari itu, sudah sepantasnyalah seorang muslim bertafaqquh (memahami) manasik yang akan ia tempuh. Jangan sampai ia terjatuh dalam kesalahan dan pelanggaran. Jika ini merupakan kesempatan terakhir, kapan kiranya ia hendak mengulangi dan memperbaikinya lagi?


Tulisan ini merupakan wujud keprihatinan penulis terhadap fenomena beragama yang semakin jauh dari praktek para pendahulunya (baca:As-Salaf Ash-Shaalih), khususnya dalam fiqh manasik. Penulis melihat masih banyak kesalahan yang terus berulang dari tahun ke tahun yang dilakukan oleh sebagian besar jamaah haji. Penulis merasa perlu untuk mengingatkan dan memberikan nasihat kepada kaum muslimin. Penulis sangat menyadari bahwa di sana sudah banyak usaha pelurusan dan peringatan terhadap kesalahan-kesalahan yang dimaksud, baik itu dituangkan dalam bentuk tulisan, maupun disuarakan lewat majelis pengajian. Namun berbekal semangat menjadikan usaha sederhana ini sebagai tabungan amal di akhirat kelak, maka penulis memberanikan diri untuk mencorat-coret lembaran kertas ini seraya berharap kepada Rabb Jalla wa ‘Alaa agar menjadikannya ikhlas karenaNya dan hanya mengharap WajahNya semata-mata. Innahuu samii’un mujiib.

Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Menjadikan Jeddah sebagai miqat
Di antara kesalahan jamaah haji (khususnya dari Indonesia) adalah menjadikan Jeddah [1] sebagai miqat.

Untuk memahami masalah ini, perlu dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:


1. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah, jika kalian terhalang (dari melaksanakannya), maka sembelihlah hadyu yang mudah didapat.” (Qs. Al-Baqarah: 196)
Mak-hul [2] berkata, “Menyempurnakannya adalah dengan cara memulainya dari miqat.” [3]


2. Allah juga berfirman,
الْحَج أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَج فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحج
“Haji itu pada bulan-bulan tertentu. Barangsiapa yang wajib haji baginya pada bulan-bulan tersebut, maka ia tidak boleh berkata-kata kotor, tidak boleh berbuat maksiat, dan tidak boleh berbantah-bantahan dalam ibadah haji.” (Qs. Al-Baqarah: 197)

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata menafsirkan kata “fusuuq”dalam ayat di atas , “Maksudnya adalah maksiat.” [4]
Maksiat itu sendiri definisinya adalah lawan dari ketaatan, baik tidak melaksanakan apa yang diperintah atau melanggar apa yang dilarang. [5]


3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خذوا عني مناسككم
“Ambillah dariku tatacara manasik kalian.” (HR. Muslim, no. 1297)


4. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan miqat-miqat [6]. Al-Imam Al- Bukhari meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbasradhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلِأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنًا، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، وَقَالَ: هُنَّ لَهن وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الحَجَّ وَالعُمْرَةَ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ، فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ “
“Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan miqat Dzulhulaifah bagi penduduk Madinah, Al-Juhfah bagi penduduk Syam, Qarn Al-Manaazil bagi penduduk Najd, dan Yalamlam bagi pendudukYaman. Beliau bersabda, “Miqat-miqat itu untuk para penduduknya dan untuk orang yang melewatinya walaupun bukan penduduknya yang ingin melaksanakan haji atau umrah. Adapun orang yang berada di daerah sebelum miqat (dari Makkah – pen) maka ihramnya dari tempat tinggalnya, sebagaimana penduduk Makkah berihram dari Makkah.” (HR. Al-Bukhari, no.1524)

Miqat adalah tempat memulai ihram. Seorang muslim yang akan menunaikan ibadah haji dan atau umrah, ia wajib menyempurnakan manasiknya dengan cara memulainya dari miqat. Dia tidak boleh melewati miqat kecuali dalam keadaan ihram. Jika ia melewatinya dengan sengaja tanpa ihram, maka ia telah melakukan maksiat (berdosa) dan harus kembali ke miqat untuk memulai ihramnya lagi dan tidak diwajibkan membayar dam. Namun jika ia lupa dan tidak sengaja melewatinya tanpa ihram, maka dia harus kembali ke miqat dan tidak berdosa serta tidak terkena dam. Adapun orang yang sengaja dan tidak kembali ke miqat, maka di samping menuai dosa dia juga diwajibkan untuk membayar dam.

Jeddah bukan miqat bagi jamaah haji Indonesia

Ditinjau dari Makkah-miqat sebagai acuan, maka tamu Allah itu ada 3 kelompok:


1. Afaaqiyyuun: yaitu orang-orang yang berada di luar miqat, seperti penduduk Madinah, Najd, Yaman, Mesir, Sudan, Indonesia, India, Pakistan, Eropa, Amerika, dan dari seluruh penjuru dunia. Miqaat mereka adalah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

2. Antara Makkah dan miqat: orang-orang yang tinggal di antara keduanya, seperti penduduk Jeddah, Ummu As-Salam, Bahrah, Asy-Syaraayi’, Badr, Mastuurah, maka miqat mereka adalah rumah-rumah mereka sendiri. [7]

3. Haazhiruu Al-Masjid Al-Haram: yaitu penduduk Makkah, miqat mereka adalah dari rumah-rumah mereka sendiri.

Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita bahwa Jeddah bukanlah miqat untuk orang-orang yang datang dari arah timur seperti Indonesia. Selain karena tidak ditetapkan oleh syari’at sebagai miqat Afaaqiyyuun, Jeddah terletak di antara Makkah dan miqat. Oleh karena itu, jika ia bukan penduduk Jeddah atau tidak bermukim di Jeddah, maka ia tidak boleh berihram dari Jeddah. Sebelum sampai ke Jeddah, ketika ia berada pada tempat yang sejajar dengan miqat terdekat, di situlah seharusnya ia memulai ihramnya.


Syubuhat dan Bantahannya

Syubhat 1
Ada yang mengatakan bahwa Jeddah (dalam hal ini Bandara King Abdul Aziz) bisa dijadikan sebagai miqat, khususnya bagi yang alat transportasinya adalah pesawat terbang. Alasan mereka, karena sulit bagi mereka untuk melepas pakaian yang mereka pakai dan menggantinya dengan pakaian khusus ihram, sedangkan mereka berada di dalam pesawat.

Bantahannya: Terlepas dari siapapun yang mengatakannya, kita katakan kepada mereka bahwa itu hanya permasalahan teknis saja. Solusinya adalah jamaah haji dihimbau untuk memakai pakaian ihram sebelum naik ke pesawat. Jika telah sampai pada titik koordinat di mana tempat itu sejajar dengan miqat terdekat, maka jamaah haji berniat masuk ke dalam ihram dan tinggal melakukan talbiyah sesuai dengan manasik yang ia pilih.


Syubhat 2
Mereka mengatakan, ”Jika harus memakai pakaian ihram sebelum naik ke pesawat, maka ini namanya “penyiksaan”, dan Islam sangat jauh dari unsur-unsur penyiksaan.”

Bantahannya: Sungguh benar sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang safar. Beliau bersabda,

السفر قطعة من العذاب

“Safar itu sepotong dari adzab.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Memenuhi panggilan Allah untuk menjadi tamuNya merupakan sebuah usaha yang memerlukan mujaahadah. Bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyamakan haji dan umrah seperti jihad, hanya saja tidak ada peperangan di dalamnya.

‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha bertanya, “Wahai Rasulullah! Adakah jihad bagi wanita?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bagi wanita ada kewajiban jihad, tapi tidak ada peperangan di dalamnya, yakni: Haji dan Umrah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Isnad hadits ini shahih) [8]


Syubhat 3

Mereka berkata, “Jeddah bisa dijadikan miqat, karena jaraknya terhadap Makkah lebih jauh bila dibandingkan dengan jarak miqat terdekat (Qarn Al-Manaazil) dengan Makkah. Jarak Qarn Al-Manaazil ke Makkah kira-kira 80 km, sedangkan Jeddah ke Makkah lebih dari 100 km.”

Bantahannya: Ini menunjukkan ketidakpahamannya dalam konsep kesejajaran (Muhaadzaah)[9] Menurut para ulama syari’at, sebuah tempat dikatakan sejajar dengan tempat tertentu apabila jaraknya ke tempat acuan sama dengan jarak tempat tertentu tersebut ke tempat acuan. Lebih gamblang lagi, bisa dijelaskan dengan bahasa teknis matematis. Titik A dikatakan sejajar dengan titik B jika dan hanya jika jarak antara titik A ke titik acuan sama dengan jarak antara titik B ke titik acuan.

Untuk kasus ini, ketika seseorang datang dari arah timur Makkah menuju Jeddah, maka dia akan melewati tempat di antara dua miqat terdekat (biasanya Qarn Al-Manaazil dan Yalamlam). Jika demikian adanya, maka wajib baginya untuk memulai ihramnya di koordinat yang sejajar dengan miqat terdekat yang dilaluinya. Jika tidak, maka ia dikatakan telah melanggar ketentuan atau syi’ar Allah, yakni melewati miqat tanpa ihram. Atau kita katakanlah perjalanan udara dilakukan melintasi jalur selatan daratan jazirah arab (sehingga tidak melewati Qarn Al-Manaazil maupun Yalamlam), lalu berbelok ke utara menuju Jeddah. Jika demikian adanya, maka pada saat itu dia juga tetap berada di antara dua miqat (yaitu antara Yalamlam dan Al-Juhfah). Sehingga dengan demikian, ia wajib berihram dari titik yg sejajar dengan miqat yang terdekat (bisa Yalamlam, bisa pula Al-Juhfah, tergantung rute perjalanan udaranya). Hal ini sudah barang tentu terjadi sebelum ia sampai ke Jeddah. Seandainya ia tetap nekat akan berihram dari Jeddah, maka ia termasuk orang yang melewati miqat tanpa ihram. Semoga Allah memberi kita petunjuk.


Penutup
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat erat kaitannya dengan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Allah. Apakah tidak timpang, di satu sisi kita mengharapkan haji yang mabrur, tetapi pada saat yang bersamaan kita melanggar etika sebagai tamu Allah dengan tidak mengindahkan aturan-aturannya? Allah telah menetapkan aturannya lewat lisan NabiNya, agar tidak melewati miqat kecuali dalam keadaan berihram, lalu kita dengan mudah melanggarnya. Ya Allah, kami telah banyak berbuat kezhaliman. Kalaulah bukan karena ampunanMu, maka sungguh kami menjadi orang-orang yang merugi.

Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.

Riyadh, 9 Dzulqa’dah 1432 H


Catatan Kaki:

[1] Pengucapan yang benar adalah Juddah (جُدة) dengan huruf jim berbaris dhammah dan huruf dal yang bertasydid. Lihat Mu’jam Al-Buldaan, 

2/114, Daar Shaadir, Beirut.


[2] Mak-hul Abu ‘Abdillah Ad-Dimasyqi. Beliau adalah seorang tabi’in, imamnya penduduk Syam, faqih, hafizh, dan tsiqah. Terkenal banyak meriwayatkan hadits secara mursal. Ibnu Ishaq berkata, “Aku mendengar Mak-hul berkata, “Aku telah mengelilingi dunia untuk menuntut ilmu.” Meninggal tahun 112 H. Az-Zuhri berkata, “Ulama itu ada empat: Sa’id bin Musayyab di Madinah, Asy-Sya’bi di Kufah, Al-Hasan di Bashrah, dan Makhul di Syam.” Abu Hatim berkata, “Tidak ada yang lebih faqih di negeri Syam daripada Mak-hul.” (Lihat Siyar A’lam An-Nubalaa’, 5/155, Muassasah Ar-Risalah; Al-Bidayah wa An-Nihayah, 9/334, Ihya’ At-Turats; Tahdzib Al-Asmaa’ wa Al-Lughaat, 1/113, Daar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah)


[3] Tafsir Ibnu Katsiir, 1/499, Darul Hadits, Kairo.


[4] Tafsir Ibnu Katsiir, 1/515, Daar Al-Hadits, Kairo.


[5] Al-Qaamuus Al-Muhiith, hal. 1692, Muassasah Ar-Risalah.


[6] Miqat itu terbagi 2 macam: miqat zamani dan miqat makani.

Miqat zamani adalah waktu memulai manasik. Miqat zamani untuk manasik haji dimulai sejak tanggal 1 Syawwal sampai dengan tanggal 10 Dzulhijjah. Adapun miqat zamani untuk manasik umrah adalah sepanjang tahun.

Miqat makani adalah tempat memulai manasik, baik haji maupun umrah. Orang sering hanya menyebutnya dengan “miqat” saja. Miqat ada lima: Dzulhulaifah (Abyar Ali), Al-Juhfah (Rabigh), Qarnul Manazil (As-Sail Al-Kabir), Yalamlam (As-Sa’diyyah), dan Dzatu ‘Irq.


[7] Lihat At-Tahqiiq Wa Al-Iidhaah, hal. 53, Maktabah Ibnu Baaz, tahqiq: DR. Shaalih Al-’Ushaimi.


[8] Ibid, hal. 19.


[9] Musykil Al-Manaasik, hal. 293, Prof. DR. Ibrahim Ash-Shubaihi, cetakan ke-2, 1430 H.


2. Kesalahan seputar pakaian ihram[1]
A. Menggunakan kain ihram untuk bagian bawah badan yang berbentuk seperti “rok”
Penulis baru menyadari fenomena ini tepatnya awal Ramadhan yang lalu (1432 H), ketika menemani syaikh kami bertugas di As-Sail Al-Kabiir (Qarn Al-Manaazil), miqatnya penduduk Najd. Pada waktu itu banyak di antara mu’tamiruun (orang-orang yang menunaikan umrah) menggunakan “rok ihram” ini. Kebanyakan mereka ragu apakah “rok ihram” ini boleh digunakan atau tidak. Yang mengatakan boleh, karena banyak dan bebas dijual di toko-toko di sekitar miqat. Akan tetapi ketika mereka menanyakannya, sebagian besar masyaikh mengatakan tidak boleh. Bagaimana sebenarnya hukum menggunakan pakaian semacam ini untuk ihram? Berikut penjelasannya:

Dalil-dalil seputar pakaian ihram


1, Hadits Ibnu ‘Umar
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَلْبَسُ المُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ يَلْبَسُ القُمُصَ، وَلاَ العَمَائِمَ، وَلاَ السَّرَاوِيلاتِ، وَلاَ البَرَانِسَ، وَلاَ الخِفَافَ إِلَّا أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ، فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ،
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa dia berkata, “Seseorang bertanya kepada Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallamtentang pakaian yang boleh dipakai seorang muhrim[2]. Beliau bersabda, “Janganlah ia memakai gamis, ‘imamah[3], saraawiilaat[4], baraaniis[5], dan sepatu khuf[6]. Kecuali bagi orang yang tidak memiliki sandal, maka boleh baginya memakai sepatu khuf, (dengan catatan) hendaknya ia memotong bagian atas sepatu yang menutup kedua mata kaki.” (HR. Al-Bukhari no.1542, dan Muslim no. 1177)


2. Hadits Ibnu ‘Abbas
عن ابن عباس قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ بِعَرَفَاتٍ: «مَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الخُفَّيْنِ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيلَ لِلْمُحْرِمِ»
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa dia berkata, “Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di ‘Arafah,“Barangsiapa yang tidak memiliki sandal, hendaknya dia memakai sepatu khuf. Dan barangsiapa yang tidak memiliki kain, boleh bagi seorang muhrim memakai saraawiil. “(HR. Al-Bukhari no. 1841, dan Muslim no. 1179) [7]


3. Hadits Ibnu ‘Umar
وَلْيُحْرِمْ أَحَدُكُمْ فِي إِزَارٍ وَرِدَاء وَنَعْلَيْنِ
“Dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa dia berkata, “Rasulullaahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya seseorang itu berihram dengan memakai izaar[8], ridaa‘[9], dan sandal.” (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Syu’aib berkata, “Hadits ini shahih.”)[10]

“Rok ihram” termasuk jenis saraawiil
Pakaian ihram untuk bagian bawah badan yang berbentuk seperti rok itu oleh orang arab disebut sebagai “nuqbah”. Dalam bahasa ‘ammiyyah sering disebut dengan “tannuurah”. Disebut demikian karena bentuknya yang mirip tungku peleburan besi, di mana bagian atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya semakin luas. Di negeri kita pakaian semacam ini disebut dengan “rok”.

Jika kita merujuk ke kamus-kamus bahasa arab, maka akan kita dapatkan penjelasan para ulama bahasa bahwa nuqbah itu adalah termasuk ke dalam jenis saraawiil (celana panjang). Ibnu Manzhur berkata, “Nuqbah adalah sejenis pakaian yang bagian atasnya seperti celana (karena dibuat melingkar yang di dalamnya dimasukkan sejenis karet -pen) , sedangkan bagian bawahnya seperti kain sarung.” Beliau juga menambahkan, “Ada juga yang mengatakan, “Nuqbah itu adalah saraawiil tanpa belahan untuk kaki” [11]


Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa nuqbah atau tannuurah atau “rok ihram” ini termasuk pakaian yang dilarang untuk dipakai dalam ihram. Hendaknya kita tidak menggunakannya dalam rangka bersikap hati-hati walaupun banyak orang yang menjualnya. Kebanyakan mereka (para penjual) ketika ditanya boleh atau tidaknya rok ihram ini menjawab bahwa ada ulama yang berfatwa boleh memakainya. Ketika diminta menunjukkan fatwa tersebut, mereka tidak mampu menunjukkannya. Hatta jikalau memang benar ada ulama yang menfatwakan bolehnya memakai rok ihram ini, sebaiknya kita lebih bersikap hati-hati dengan mengambil yang lebih selamat. Wallaahu a’lam.


B. Melakukan idhthiba‘ sejak mulai ihram sampai dengan tahallul
Idhthiba’ berasal dari kata “dhab’un” yang mengikuti pola “ifti’al”.“Dhab’un” itu sendiri artinya adalah pertengahan lengan atas. Terkadang pula yang dimaksud adalah ketiak (ibth), karena berdekatan dengan pertengahan lengan atas. Oleh karena itu, secara bahasa seseorang dikatakan ber-idhthiba‘ jika dia memasukkan sesuatu di bawah ketiaknya.

“Idhthiba’” di dalam istilah manasik maksudnya adalah mengenakan pakaian ihram dengan cara memasukkan tengah kain di bawah ketiak sebelah kanan dan meletakkan kedua ujung kain di atas bahu sebelah kiri. Dengan demikian, bahu sebelah kanan dibiarkan terbuka.[12]

Sebagian besar jamaah haji beranggapan bahwa memakai pakaian ihram identik dengan “idhthibaa’”. Ini salah kaprah yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan:

Kemungkinan yang pertama: tidak begitu paham tentang manasik. Orang-orang seperti ini biasanya bermodalkan pengamatan belaka tanpa pengolahan data observasi. Mereka melihat jamaah haji melakukan suatu perbuatan, lalu serta-merta mereka pun mengikutinya.

Kemungkinan yang kedua: terlalu fanatik dengan madzhab tertentu. Mereka tidak mau tau apakah pendapat madzhab tersebut benar atau salah, sesuai dengan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah atau tidak. Yang penting bagi mereka adalah apa yang dikatakan oleh madzhab, itulah yang benar dan wajib diikuti. Inilah yang disebut dengan taklidbuta. Kewajiban kita adalah ittiba‘ (mengikuti dengan memahami dalil), bukan taklid buta (mengekor tanpa memahami dalil).

Kapan idhthibaa’ itu disyari’atkan?
Idhthibaa’ disyari’atkan hanya pada saat thawaf qudum saja, yaitu thawaf ketika tiba di Makkah.


عَنْ يَعْلَى بن أمية، قَالَ: طَافَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَبِعًا بِبُرْدٍ أَخْضَرَ


Dari Ya’la bin Umayyah radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan thawaf sambil melakukan idhthibaa‘ dengan kain berwarna hijau.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini shahih.”)[13]

Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata, “Idhthibaa’ itu disunnahkan hanya pada saat thawaf qudum saja, karena ketiadaan dalil yang menerangkan sunnahnya pada saat selain thawaf qudum” [14].


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ اعْتَمَرُوا مِنَ الْجِعْرَانَةِ فَرَمَلُوا بِالْبَيْتِ وَجَعَلُوا أَرْدِيَتَهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ قَدْ قَذَفُوهَا عَلَى عَوَاتِقِهِمُ الْيُسْرَى


Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat menunaikan umrah dari Ji’ranah. Mereka melakukan “ramal”[15], dan memasukkan pakaian ihram mereka di bawah ketiak sebelah kanan, sedangkan kedua ujung kain tersebut disematkan di atas bahu sebelah kiri (idhthibaa‘ -pen). (HR. Abu Dawud, no.1884, Syeikh Abdul Muhsin Al-’Abbad mengatakan isnad hadits ini hasan.) [16]

Adapun hadits Ibnu ‘Abbas tersebut di atas yang menunjukkan idhthibaa‘ juga berlaku pada saat thawaf ‘umrah dapat dijelaskan bahwa thawaf umrah yang dimaksud adalah berkedudukan sama sebagai thawaf qudum, yaitu thawaf yang dilakukan sesampainya seorang muhrim di Makkah. Jika ia telah menunaikan umrahnya, kemudian ingin melaksanakan umrah berikutnya untuk orang lain seperti ibunya atau ayahnya yang sudah meninggal -misalkan saja-, maka dia tidak perlu keluar menuju miqat yang lima. Karena saat itu ia berkedudukan sama seperti penduduk Makkah. Dia cukup keluar dari daerah haram menuju daerah halal (seperti Tan’im dan Ji’ranah) sebagai miqatnya. Untuk umrah yang kedua ini, thawaf umrahnya tidak dikatakan lagi sebagai thawaf qudum, karena statusnya masih berada di Makkah. Sehingga dengan demikian, pada thawaf umrah yang kedua ini tidak disunnahkan melakukan idhthibaa‘. Wallaahu a’lam.


Idhthibaa’ merupakan kekhususan thawaf
Syaikh Manshur Al-Buhuti berkata, “Apabila telah selesai dari thawaf, maka hendaknya ia kembali mengenakan pakaian ihramnya seperti biasa (maksudnya tidak beridhthibaa’ lagi -pen).”[17]

Syaikh Al-Hajjaawiy berkata, “Dan tidak melakukan idhthibaa’ pada saat sa’i.” Syaikh Al-Buhuti menjelaskan, “(Yang demikian itu) dikarenakan tidak ada dalilnya. Al-Imam Ahmad mengatakan, “Kami tidak pernah mendengarkan hadits yang membicarakan hal itu (tentang idhthibaa’ pada saat sa’i -pen).”[18]


Syubuhat dan Bantahannya


Syubhat 1

Ada yang mengatakan, “Madzhab kami berpendapat bahwa idhthibaa’ itu disunnahkan pada saat thawaf dan sa’i. Kami mengikuti madzhab kami, sebagaimana kalian mengikuti madzhab kalian.”

Bantahannya: Kita katakan bahwa yang diikuti dalam hal ini adalah kebenaran. Kebenaran itu sumbernya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bermadzhab merupakan salah satu sarana dalam memahami fiqh atau syari’at. Bermadzhab bukanlah tujuan dalam beragama. Kita tidak dilarang bermadzhab sebagaimana para ulama dan para imam terdahulu bermadzhab. Yang dilarang adalah fanatik terhadap madzhab tertentu dengan menganggap bahwa madzhabnya adalah ma’shum dari kesalahan dan kekeliruan. Kita tidak mengingkari adanya perbedaan pendapat di kalangan madzhab. Yang dituntut dari kita adalah mengambil pendapat yang paling dekat dengan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Untuk permasalahan idhthibaa’ para ulama berbeda pendapat.


1. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak disunnahkan. Tidak semua thawaf disunnahkan idhthibaa‘, hanya untuk thawaf yang diikuti dengan sa’i saja.[19]


2. Madzhab Maliki berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu tidak dianjurkan baik pada saat thawaf maupun sa’i.[20]


3. Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan baik pada thawaf maupun sa’i.[21]


4. Madzhab Hanbali berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan hanya pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak. Idhthibaa‘ hanya disunnahkan pada saat thawaf qudum saja, baik setelahnya diikuti dengan sa’i ataupun tidak.[22]


Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa idhthibaa‘ tidak disyari’atkan pada saat sa’i. Hanya madzhab Syafi’i saja yang berpendapat sunnah.

Al-’Aini berkata, “Al-Imam Asy-Syafi’i berpendapat sunnahnya idhthibaa’ pada saat sa’i mengqiyaskan hukumnya dengan thawaf.”[23]

Ibnu Qudamah menjelaskan, “Al-Imam Asy-Syafi’i berpendapat sunnahnya idhthibaa’ pada saat sa’i. Beliau beralasan karena sa’i merupakan salah satu bentuk thawaf. Sa’i mirip seperti thawaf mengelilingi ka’bah. Yang benar adalah Nabi tidak melakukan idhthibaa’ pada saat sa’i. Sunnahnya adalah mencontoh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Al-Imam Ahmad berkata, “Kami tidak pernah mendengar sebuah hadits pun tentang hal itu (idhthibaa’ pada saat sa’i -pen). Qiyas tidak dibenarkan kecuali dalam hal yang dapat dipahami maknanya. Dan ini merupakan ibadah murni (yang tidak boleh dikerjakan kecuali dengan dalil yang shahih dan sharih -pen).[24]

Penulis mengatakan bahwa hukum asal memakai ridaa‘ adalah meletakkannya di atas kedua bahu. Ketika di sana terdapat perintah baik itu perkataan maupun perbuatan dari Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang memalingkan dari hukum asal ini, maka penerapannya hanya pada hal, tempat dan waktu yang ditunjukkan oleh perintah tersebut. Jika tidak ada perintahnya pada hal, tempat dan waktu yang berbeda, maka penerapannya dikembalikan kepada hukum asal.


Untuk kasus idhthibaa‘, ini merupakan perbuatan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya. Dalil-dalil yang ada hanya menunjukkan idhthibaa’ itu hanya pada waktu thawaf qudum saja. Dikarenakan tidak adanya dalil yang memerintahkan idhthibaa’ pada waktu sa’i, maka cara memakai ridaa’ kembali kepada asalnya, yaitu diletakkan di atas kedua bahu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendapat Al-Imam Ahmad dalam masalah ini lebih kuat dibandingkan dengan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i. Wallaahu a’lam.

Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.

Riyadh, 16 Dzulqa’dah 1432


Catatan Kaki:
[1] Pembahasan kali ini khusus untuk pakaian ihram bagi laki-laki. Insya Allah, kesalahan-kesalahan manasik khusus wanita akan disusun tersendiri di lain waktu. Semoga Allah memudahkannya.

[2] Muhrim adalah orang yang melakukan ihram. Ini yang benar. Bukan seperti yang dimaksud oleh kebanyakan orang di negeri kita bahwa muhrim adalah orang yang haram untuk dinikahi. Ini juga termasuk “salah sebut”. Istilah yang benar untuk orang-orang yang haram dinikahi adalah “mahram”. Hendaknya kita bisa membedakan kedua istilah ini dan menempatkan pada tempatnya.

[3] “’Imamah” adalah pakaian khusus kepala. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan sorban. Termasuk ke dalam hukum ‘imamah adalahsyimagh dan ghuthrah (tutup kepala model orang saudi), kopiah, peci, dan yang sejenisnya.

[4] “Saraawiilaat” bentuk jamak dari saraawiil, yaitu pakaian untuk bawah badan. Biasa disebut dengan celana panjang.

[5] “Baraanis” bentuk jamak dari burnus, yaitu baju yang memiliki penutup/tudung kepala.

[6] “Khuf” adalah sepatu yang menutup mata kaki, biasanya terbuat dari kulit.

[7] Hadits ini merupakan naasikh terhadap hadits sebelumnya. Maksudnya hadits Ibnu ‘Abbas menghapus hukum yang terdapat dalam hadits Ibnu ‘Umar. Jika kita melihat sekilas, hadits Ibnu ‘Abbas lebih umum daripada hadits Ibnu ‘Umar. Dalam hadits Ibnu ‘Umar terdapat penjelasan tentang memotong bagian atas khuf yang menutupi mata kaki, sedangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas tidak disebutkan keterangan tersebut. Para ulama menjelaskan bahwa ini masuk ke dalam babnaasikh dan mansuukh, bukan bab umum dan khusus yang dengannya menjadikan hadits yang umum dibawa penerapannya kepada hadits yang khusus. Alasannya, karena hadits Ibnu ‘Umar itu ketika Nabi berada di Madinah, sedangkan hadits Ibnu ‘Abbas ketika Nabi berkhutbah di ‘Arafah. Kaum muslimin pada saat di Arafah lebih banyak daripada yang hanya di Madinah. Yang berada di ‘Arafah sebagian besar mereka tidak mendengar jawaban beliau ketika di Madinah. Ketika ditanya di ‘Arafah, Nabi tidak memerintahkan untuk memotong bagian atas khuf. Kalau seandainya memotong khuf tersebut adalah wajib hukumnya, pasti Nabi sudah menjelaskannya, karena mengakhirkan penjelasan pada waktu dibutuhkan tidak dibenarkan dalam syari’at. Dengan kata lain, tidak diperintahkannya sesuatu pada waktu penjelasan itu dibutuhkan, menunjukkan ketidakwajibannya. (At-Tahqiiq wa Al-Iidhaah, hal. 74, Maktabah Ibnu Baaz, tahqiq: DR. Shaalih Al-’Ushaimi)

[8] “Izaar” adalah kain untuk menutupi bagian bawah badan.

[9] “Ridaa‘” adalah kain yang menutupi bagian atas badan, biasanya diletakkan di atas kedua bahu (untuk menutupi bahu).

[10] At-Tahqiiq wa Al-Iidhaah, hal. 41, Maktabah Ibnu Baaz, tahqiq: DR. Shaalih Al-’Ushaimi.

[11] Lisaan Al-’Arab, 1/768, Daar Shaadir, Beirut.

[12] Lisaan Al-’Arab, 8/216, Daar Shaadir, Beirut.

[13] Taudhiih Al-Ahkaam, no. 630, 4/114, Maktabah Al-Mushthafa.

[14] Ibid, hal. 115.

[15] “Ramal” adalah berjalan cepat dengan langkah-langkah yang pendek.

[16] Tabshiiru An-Naasik bi Ahkaami Al-Manaasik, Syeikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, hal.102-103

[17] Ar-Raudh Al-Murbi’, hal. 175, Daar Al-Kitaab Al-’Arabiy, Beirut.

[18] Kasyfu Al-Qinaa’, hal. 1158, Daar ‘Aalam Al-Kutub, Riyadh.

[19] Haasyiyah Ibn ‘Aabidiin, 2/481, Daar Al-Fikr, Beirut.

[20] Fath Al-Baari, no. 1605, 3/534, Daar Al-Hadiits, Kairo.

[21] Al-Majmuu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, 8/27, Maktabah Al-Irsyaad, Jeddah.

[22] Al-Mughni, 3/339, Maktabah Al-Qaahirah, Kairo.

[23] Al-Binaayah Syarhu Al-Hidaayah, 4/195, Daar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut.

[24] Al-Mughni, 3/340, Maktabah Al-Qaahirah, Kairo.


Sumber

Penulis: Abu Yazid Nurdin
Artikel Muslim.Or.Id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuh Teknik Bertanya Ala Filsuf Yang Bikin Orang Mau Berfikir Keras

Tujuh Teknik Bertanya Ala Filsuf Yang Bikin Orang Mau Berfikir Keras “Pertanyaan bisa lebih menampar daripada jawaban. Itulah kenapa para filsuf lebih suka bertanya.” Dalam riset filsafat klasik, pertanyaan bukan jawaban justru dianggap sebagai alat utama untuk menemukan kebenaran. Socrates tidak menulis satu buku pun, tapi ia mengubah dunia dengan satu metode: bertanya terus menerus. Pertanyaan yang baik bisa menyingkap kepalsuan, membongkar kepura-puraan, bahkan memaksa kita memikirkan ulang seluruh cara hidup kita. Seorang teman bilang dia stres karena kerjaannya. Kamu tanya, “Kamu stres karena kerjaannya berat, atau karena kamu nggak merasa dihargai?” Tiba-tiba dia diam. Terpaku. Lalu berkata, “Gue sendiri gak tahu…” Itu bukan sekadar pertanyaan iseng. Itu pertanyaan filosofis. Dan itu membuat orang mikir. Di dunia yang serba cepat dan penuh kesimpulan instan, pertanyaan yang tepat adalah bentuk revolusi. Sayangnya, kebanyakan orang bertanya bukan untuk memahami, tapi u...

Kesombongan Penghalang Masuk Surga

Kesombongan Penghalang Masuk Surga 𝐊𝐄𝐒𝐎𝐌𝐁𝐎𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐍𝐆𝐇𝐀𝐋𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐀𝐒𝐔𝐊 𝐒𝐎𝐑𝐆𝐀 Oleh  Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari HAKEKAT KESOMBONGAN Kesombongan (al-kibr) adalah melihat diri sendiri melebihi al-haq (kebenaran) dan al-khalq (makhluk; orang lain). Jadi, orang yang sombong melihat dirinya di atas orang lain dalam sifat kesempurnaan. Kesombongan ada dua yaitu kesombongan terhadap al-haq (kebenaran), dan kesombongan terhadap al-khalq (makhluk/manusia). Seorang manusia, tatkala melihat dan menganggap dirinya besar atau mulia, dia akan menganggap orang lain kecil dan merendahkannya. Dia akan memandang al-haq (kebenaran) akan menghancurkan kedudukannya dan mengecilkan posisinya. Dan dia melihat manusia lainnya seolah-olah binatang, karena dianggap bodoh dan hina. [Lihat at-Tawâdhu’ fî Dhauil Qur’ânil Karîm was Sunnah ash-Shahîhah, hlm. 35, karya syaikh Salîm bin ‘Ied al-Hilâli] Dalam hadits, Rasûlullâh n telah menjelaskan makna kesombongan: عَنْ ع...

TUJUH (7) AMALAN AGUNG PADA HARI JUM'AT

7 AMALAN AGUNG PADA HARI JUM'AT Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Allahumma solliala ala sayyidina mohammad waala ali sayyidinauhammad 7 AMALAN AGUNG PADA HARI JUM'AT 1. Barangsiapa yang membaca "Ya Muhaimin 100x setelah mandi jum'at, Maka Allah Swt akan memberikan kewibawaan dan kemuliaan. 2. Barangsiapa yang membaca surah "Al-Qodar" 7x antara 2 adzan di hari jum'at, Maka Allah SWT akan melunasi semua hutangnya. 3. Barangsiapa yang berucap "Ya Baathin" 33x setelah sholat jum'at, Maka Allah Swt akan menjadikan-Nya dari ahli bathin. 4. Barangsiapa setelah shalat jum'at membaca Al-Fatihah, Al-ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas masing² 7x tanpa merubah posisi duduknya (tasyahhud akhir) dan tanpa berbicara sebelumnya, Maka Allah Swt akan menjagaNya dari semua kejelekan sampai jum'at berikutnya. 5. Barangsiapa setelah shalat jum'at membaca "Allahumma Akfiniy Bihalaalika‘an Haraamika Waghniniy Bifadhlika ‘Am...

7 Negara Membayar Pelancong untuk Tinggal dan Menetap

7 Negara Membayar Pelancong untuk Tinggal dan Menetap Sardinia, Italia. (christiesrealestate) SHARE YUK -  Bepergian dan menetap di daerah asing biasanya memerlukan biaya yang merogoh kocek. Namun, beberapa negara ini justru membayar pelancong yang ingin tinggal di sana. Tentu saja berpindah dan menetap di suatu tempat dan mendapatkan bayaran bukanlah program cuma-cuma. Biasanya pelancong diminta untuk menetap demi mengatasi berbagai masalah seperti jumlah penduduk, kurangnya tenaga kerja, hingga masalah demografi lainnya. Namun begitu, hal tersebut pun dapat memberikan peluang bagi para traveler yang ingin mendapatkan uang sekaligus merasakan sensasi kehidupan di berbagai belahan dunia. "Ini adalah win-win solution. Anda mendapatkan awal yang baru dan banntuan, sementara ekonomi lokal menikmati dorongan yang sangat dibutuhkan," imbuh pakar perjalanan internasional Wayne Mills kepada New York Post. Apa saja daerah atau negara yang membuka kesempatan tersebut? Berikut ...

Kumpulan Daftar Grup Facebook Dengan Jutaan Anggota Aktif Di Dunia

Selamat malam, Bertemu lagi dengan saya dalam artikel baru yang berjudul kumpulan grup fb yang mempunya anggota jutaan bahkan ratusan juta pengguna. Adapun tujuan saya memposting artikel kumpulan grup facebook dengan member jutaan ini adalah terkhusus nya buat para blogger yang ingin mempromosikan blog atau website nya di grup-grup facebook, Terkhusus nya untuk blog bahasa inggris. Namun, selain tujuan itu, mungkin artikel ini juga di cari para facebookers yang ingin mencari grup-grup yang ramai untuk saling berbagi atau mungkin curhat atau sekedar cari keramaian dengan tujuan agar status mereka banyak yang menyukai dan mengomentari. Grup facebook yang saya share disini adalah grup-grup dari luar negeri yang sudah memiliki member/anggota yang sangat banyak dan grup-grup ini sudah berdiri sejak lama dan mungkin sebagian adalah grup yang berdiri seiring berkembangnya facebook. Di Tinjau dari segi jumlah anggota nya yang ratusan juta orang dapat kita jadikan bahwa grup-grup faceboo...

Pijat refleksi untuk mengatasi saraf terjepit (pinched nerve)

ZONATERAPI - Sebelum menjelaskan tentangcara mengatasi saraf terjepit dengan pijat refleksi, sebaiknya Anda ketahui terlebih dahulu pengertian dari saraf terjepit. Dalam pengertian ini terdapat dua suku kata yang berbeda namun memiliki satu pengertian (pinched nerve). Saraf terjepit ( mayoclinic.org) terjadi akibat terlalu banyak tekanan oleh jaringan disekitarnya, seperti tulang rawan, otot, atau tendon. Tekanan ini akan mengganggu fungsi saraf yang dapat menyebabkan nyeri, kesemutan dan mati rasa atau lemah pada saraf. Pijat refleksi untuk mengatasi saraf terjepit (pinched nerve) terapi pijat KLIK DISINI!!! Saraf terjepit sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan sangat menyakitkan. Gangguan saraf terjepit dapat terjadi pada bagian lengan, punggung, leher, siku dan bagian tubuh lainnya. Pengobatan saraf terjepit sangat beraneka ragam, dapat dilakukan sendiri atau dengan batuan dokter dan seorang tukang pijat saraf. Salah satu cara mengobati saraf terjepit adal...

Tiga Nasehat Dan Intruksi Kesehatan Untuk Jemaah Haji Indonesia

Tiga Nasehat Dan Intruksi Kesehatan Untuk Jemaah Haji Indonesia Setelah dua tahun ibadah haji dilakukan terbatas, tahun ini umat Muslim diseluruh dunia kembali diperbolehkan melaksanakan rukun Islam kelima ini. Meski demikian, protokol kesehatan dan sejumlah aturan tetap diberlakukan oleh pemerintah Arab Saudi mengingat pandemi COVID-19 belum berakhir. Kementerian Kesehatan selaku pihak yang bertanggungjawa b terhadap layanan kesehatan jemaah haji Indonesia selama musim haji telah melakukan sejumlah upaya demi mencegah angka kematian maupun angka kesakitan para calon haji selama beribadah di Tanah Suci. Kemenkes juga menyampaikan imbauan kepada para jemaah agar dapat terhindar dari kemungkinan terkena risiko penyakit. “Perlu kita ingatkan pada jemaah, bahwa tahun ini kita dihadapkan pada dua situasi, pertama pandemi belum selesai dan kedua suhu ekstrem panas. Untuk itu Ada beberapa langkah yang perlu kita antisipasi, paling tidak ada 3 langkah pokok yang perlu diantsipasi j...

12 Game Penghasil Uang Asli Tanpa Iklan

12 Game Penghasil Uang Asli Tanpa Iklan Ilustrasi 12 game penghasil uang (Foto: Instagram)  - Inilah 12 game penghasil uang asli tanpa iklan yang bisa Anda coba saat menunggu tanggal gajian. Anda pun harus bisa menang saat memainkan game tersebut untuk mengambil hadiahnya. Namun demikian, perlu waspada dan hati-hati juga saat mengunduh game tersebut. Hal ini supaya tidak terjadi hal-hal merugikan setelah bermain game tersebut.  Berikut 12 game penghasil uang asli tanpa iklan yang bisa Anda coba saat menunggu tanggal gajian. 1.Mager Mager merupakan aplikasi penghasil saldo dana tanpa iklan yang sangat direkomendasikan. Pemain hanya perlu memainkan berbagai game sederhana yang ada untuk mengumpulkan koin. Koin yang terkumpul nantinya dapat ditukarkan menjadi saldo Dana, Gopay, OVO, atau e-wallet lainnya. 2.Shopee Tanam Shopee tanam adalah salah satu game aplikasi yang ada di platform Shopee. Game ini juga seru untuk dimainkan bersama teman-teman. Ajak semua teman kam...

AMALAN DOA UNTUK TERAPI, PIJAT DAN PENYEMBUHAN

Ini amalan bagi kita semua yang sehari-hari ingin agar tubuh kembali bugar setelah bekerja keras dengan cara dipijat/diurut. Amalan ini juga untuk para tukang pijat yang ingin secara profesional bekerja. Tukang pijat selain memiliki kemampuan teknis yaitu tata cara mengurut dan memijat dengan benar, juga perlu membekali dirinya dengan kemampuan batiniah. Doanya sebagai berikut: BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM. A’UUDZU BI’L IZZAYILLAAHI WA JABARUUTIHII WA QUDROTIHII MIMMA AJIDUL, ALLOOHUMMA ADZHIB HU ‘ANNII YAA FATTAAHU BILAA MIFTAAH, IF TAHLANAA BIBAROKATI UMMI MUUSAA BINTI LAAWIBNI YA’QUUBA WA BAROKATI SAYYIDINA BUDUUH. Doa ini dibaca sambil memijat badan sendiri atau orang lain. Setelah selesai dipijat seluruh badan, parutlah jahe lalu dioleskan ke seluruh tubuh yang tadi dipijat. Dengan ijin-NYA, tubuh yang dipijat akan kembali segar bugar. Siap bekerja keras untuk menyongsong hari esok Bermasalah dengan kesehatan (khusus kewanitaan) rahim turun, kengser, terbalik, menye...

Cara Mudah Membuat Tulisan Kata Kata dengan Berbicara

Cara Mudah Membuat Tulisan Kata Kata dengan Berbicara Disebut Voice Typing atau Convert Speech to Text. Mengubah omongan jadi teks tulisan. Ini dia cara membuat tulisan dengan berbicara, tanpa mengetik! Website  atau aplikasi ini cocok bagi Anda yang mengaku tidak bisa nulis. Anda tinggal berbicara --ngomong biasanya lebih mudah--- lalu si situs web ini akan menampilkan teks atau tulisan, kata-kata dan kalimat, yang kita ucapkan. Menulis  postingan blog  jadi mudah dengan adanya tool gratis ini. Cara Membuat Tulisan dengan Berbicara Ini cara nulis dengan ngomong. Ubah ucapan jadi tulisan. Menulis dengan cara berbicara. Bagaimana cara menulis dengan suara atau dikte? Gunakan Speech to Text. Suara Jadi Teks. Voice Typing. Cara Membuat Tulisan dengan Berbicara. Cara menguba suara jadi teks tulisan. Cara menulis dengan suara atau dikte. Tinggal ngomong, maka omongan kita jadi tulisan atau teks. Tulisannya bisa dicopas dan diedit. Buka saja  SpeechTexter ...